Minggu, 18 Desember 2011

PENYELENGGARAAN NEGARA YANG TERBUKA


LHKPN Penyelenggara Negara Terbuka Untuk Publik
Jakarta - Masyarakat dipastikan tetap bisa mengetahui laporan harta kekayaan para penyelenggara negara (LHKPN) yang bisa digunakan sebagai pengawasan sekaligus pencegahan perilaku koruptif pejabat publik.

UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menyatakan bahwa LHKPN bukan termasuk informasi yang harus dirahasiakan sehingga bisa diumumkan ke publik. "Ini (LHKPN) adalah informasi yang harus dibuka dan diinformasikan secara berkala," ujar Ketua KIP, Alamsyah Saragih dalam diskusi Efektifitas UU KIP dalam Pemberantasan Korupsi di Wisma PGI, Jakarta, Senin (7/6).

Bahkan, menurut dia, ditetapkannya laporan keuangan dan harta kekayaan penyelenggara negara harus diinformasikan secara berkala untuk menguatkan UU No 28/ 1999 tentang kewajiban penyelenggara negara menyampaikan LHKPN ke KPK.

"Dimana tidak adanya sanksi bagi pejabat (yang tidak maupun belum melaporkan). Saking tidak adanya sanksi, presiden sampai berulang kali menghimbau, ini kan lucu. Presiden memberikan masukan agar ini menjadi informasi
berkala yang disampaikan," tuturnya.

Sebelumnya sempat terjadi perbedaan pemahaman bahwa LHKPN ke depan akan menjadi informasi yang dirahasiakan atau pengecualian informasi yang bisa disampaikan ke publik. Hal itu seperti diatur dalam pasal 17 huruf h yang menyebut bahwa kondisi keuangan, asset, pendapatan dan rekening bank seseorang adalah informasi yang dikecualikan yang bisa disampaikan ke publik.

Terhadap aturan itu, Ketua Dewan Pers, Agus Sudibyo menjelaskan, bahwa aturan itu dimaksudkan bagi warga negara sipil, bukan termasuk pejabat publik atau penyelenggara negara. Hal itu diatur dalam pasal 18 ayat dua huruf b yaitu pengecualian tidak berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan publik.

Sementara laporan keuangan dan pendapatan sebagai informasi yang harus disampaikan berkala diatur dalam pasal 9 ayat ke-kedua huruf c UU tersebut. [san/jib]

Salam Transparansi
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang¬undangan. Hak atas Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan Undang-¬undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Sesuai dengan amanat pasal 13 UU No.14 Tahun 2008, Kementerian Komunikasi sebagai salah satu Badan Publik telah membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 117 Tahun 2010 Tentang Organisasi Pengelola Informasi dan Dokumentasi. Dengan terbentuknya PPID pemohon informasi sesuai dengan haknya dapat memperoleh informasi public yang dihasilkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 14 Tahun 2008.
PPID Kementerian Komunikasi dan Informatika beralamat : Gedung Belakang Lantai Dasar – Jl.Medan Merdeka Barat No.9 Jakarta 10110; Telp/Fax.: 021 345 2841; E-mail : pelayanan@depkominfo.go.id.

UU 14/2008 Landasan Hukum Informasi Publik
Leonardy Harmaini
Oleh H Leonardy Harmaini, S.IP
Wakil Ketua DPRD Sumbar


Sejatinya, UU KIP tidak hanya terbatas mengatur soal informasi. UU ini juga memberikan jaminan adanya partisipasi warga negara dalam turut menentukan kebijakan. Hal ini tercermin dari tujuan UU KIP itu sendiri.  Sebagaimana disebutkan dalam pasal 3, UU KIP antara lain bertujuan mendorong partisipasi publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik. Ini artinya, UU KIP diimplementasikan jika ruang-ruang partisipasi publik tidak terbuka secara luas.

Keterbukaan informasi publik menjadi sesuatu yang serius untuk diperhatikan. Pertama, hadirnya globalisasi di segenap lingkup kehidupan telah memicu peradaban manusia untuk melakukan pertukaran informasi secara massive dan salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hak atas informasi menjadi sangat penting karena semakin terbukanya penyelenggaraan negara untuk diawasi oleh publik. Artinya penyelenggaraan negara secara kondisional semakin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap orang untuk memperoleh informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan informasi publik.

Kedua, perlu dipahami bahwa keterbukaan informasi publik merupakan ciri penting negara demokratis yang senantiasa menjunjung tinggi kedaulatan rakyat guna mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik serta merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara, badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Selain itu, keterbukaan informasi publik merupakan pondasi dalam membangun tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan, terbuka dan partisipatoris dalam seluruh proses pengelolaan kenegaraan, termasuk seluruh proses pengelolaan sumberdaya publik sejak dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasinya.

Ketiga, eksistensi mengenai keterbukaan informasi publik dapat mendorong masyarakat menjadi lebih demokratis dengan memungkinkan adanya akses masyarakat terhadap informasi yang dimiliki pemerintah (baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun lembaga lembaga-lembaga publik lain seperti lembaga pendidikan dan kesehatan). Esensi dari UU KIP, sebagaimana yang termaktub dalam pasal 3 UU No. 14 Tahun 2008 bertujuan; pertama, menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, proses pengambilan keputusan publik serta alasannya. Kedua, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan publik yang berkualitas.

Keempat, secara korelatif penerapan UU KIP jelas membantu fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah provinsi. Hadirnya UU KIP akan membangun kedekatan legislatif dengan masyarakat yang lebih produktif. Kalau selama ini masyarakat bersifat pasif dalam mengkritisi kinerja pemerintah maka hadirnya UU KIP akan mengubah peta politik masyarakat menjadi lebih aktif. Tentu saja peran aktif masyarakat ini berpengaruh bagi terwujudnya penguatan lembaga DPRD. Dengan demikian hadirnya UU KIP akan berdampak signifikan dalam mengoptimalkan peran pengawasan DPRD terhadap pemerintah.

Berkaitan dengan hal tersebut DPRD perlu mengambil langkah-langkah; pertama, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mensosialisasikan UU KIP. Kedua, perlu kiranya dibentuk Lembaga Teknis dan Pusat Pelayanan Informasi Masyarakat (PPIM) di DPRD. Lembaga ini selain berfungsi menampung atau menjembatani keinginan masyarakat yang ingin memperoleh informasi publik dari pejabat publik (setingkat SKPD), juga dapat dijadikan bahan tindaklanjut Dewan menggunakan hak-hak politiknya sebagai mitra kerja pemerintah terutama dalam mengawasi kinerja SKPD. Ketiga, memilih anggota Komisi Informasi melalui uji kepatutan dan kelayakan.

Bagi DPRD Propinsi pemberlakuan UU KIP menjadi media koreksi diri untuk terus berbenah menjadi lembaga yang kredibel, bertanggungjawab, dan dapat dibanggakan. Sebab, semangat dari UU KIP adalah; pertama, terwujudnya transparansi dan akuntabilitas badan-badan publik. Kedua, munculnya akselarasi pemberantasan KKN. Ketiga, optimalisasi perlindungan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik. Keempat, tercapainya persaingan usaha secara sehat dan kelima, terciptanya pemerintahan yang baik dan tata kelola badan-badan publik.

Implementasi UU KIP dikatakan berhasil jika warga negara betul-betul mendapatkan haknya untuk mengetahui rencana, program, dan proses pengambilan kebijakan dan keputusan publik beserta alasannya. Selain itu, masyarakat aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik dan masyarakat berperan aktif turut mendorong terwujudnya badan publik yang baik. Selain itu terwujudnya penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif dan efisien serta akuntabel serta masyarakat mengetahui alasan pengambilan kebijakan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

Dengan membuka akses publik terhadap informasi diharapkan Badan termotivasi untuk bertanggungjawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan terciptanya pemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu kita berharap untuk KIP Provinsi dan Kabupaten/Kota juga segera dibentuk.